Gemar berbagi melalui ragam teks fiksi dan nonfiksi.

Bukan Cuma Asyik, Musik Bikin Otak Berjoget Ria

Rabu, 14 Mei 2025 10:36 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
otak manusia tidak hanya memroses musik secara pasif, tetapi juga secara aktif menyelaraskan osilasi
Iklan

Musik selalu bikin aduhai. Tidak hanya ketika diisi lirik menjadi lebih sensasi, namun bisa juga menjadi katarsis diri.

 

Musik telah lama dikenal memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi dan menyatukan manusia. Namun, penelitian terbaru mengungkap bahwa efek musik lebih dalam dari sekadar perasaan: musik benar-benar menyelaraskan ritme alami otak kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut artikel ScienceAlert.com,  yang merangkum perspektif dari jurnal Nature Reviews Neuroscience, para peneliti memperkenalkan Teori Resonansi Neural (Neural Resonance Theory/NRT). Teori ini menyatakan bahwa otak manusia tidak hanya memroses musik secara pasif, tetapi juga secara aktif menyelaraskan osilasi neuralnya dengan struktur musik seperti ritme dan nada.

Misalnya, ritme lambat dalam musik, seperti ketukan drum atau denyut bass, dapat menyinkronkan osilasi di korteks otak. Sementara itu, nada tinggi dan cepat beresonansi dengan osilasi frekuensi tinggi di batang otak dan saraf pendengaran. Sinkronisasi ini membuat musik terasa "alami" dan menyenangkan, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki latar belakang musikal.

Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa musik memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan otak, terutama pada anak-anak. Studi neuroimaging menemukan bahwa anak-anak yang rutin belajar musik menunjukkan peningkatan pada area otak yang berkaitan dengan bahasa, memori, dan keterampilan motorik halus. Misalnya, penelitian oleh Schlaug dkk. (2005) menemukan bahwa anak-anak yang berlatih alat musik selama lebih dari 15 bulan memiliki pertumbuhan yang lebih besar di corpus callosum, yaitu bagian otak yang menghubungkan kedua belahan otak dan penting untuk koordinasi antarfungsi otak.

Selain itu, musik juga terbukti memperkuat koneksi neural dan meningkatkan neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk membentuk dan mengatur ulang jaringan sarafnya. Studi oleh Moreno dan kolaboratornya (2011) menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti pelatihan musik selama beberapa minggu mengalami peningkatan signifikan dalam kemampuan kognitif verbal dibandingkan anak-anak yang mengikuti pelatihan seni visual. Temuan-temuan ini memperkuat gagasan bahwa musik bukan hanya hiburan, tetapi juga alat yang kuat dalam mendukung pertumbuhan dan kesehatan otak secara menyeluruh.

 

Mengapa Musik Membuat Kita Ingin Berjoget?

Salah satu aspek menarik dari NRT adalah penjelasannya tentang groove dorongan untuk bergerak mengikuti musik. Musik dengan groove yang kuat biasanya memiliki ketukan yang sedikit tidak terduga, memaksa otak untuk mengisi kekosongan dan menciptakan resonansi nonlinier. Hal ini menjelaskan mengapa lagu-lagu pop dengan ritme yang tidak terlalu sederhana atau kompleks cenderung membuat kita ingin menari.

Pemahaman bahwa musik dapat menyelaraskan ritme otak membuka peluang besar dalam berbagai bidang. Dalam terapi, musik dapat digunakan untuk membantu pasien dengan gangguan neurologis atau emosional. Di bidang pendidikan, musik dapat meningkatkan konsentrasi dan pembelajaran. Selain itu, teknologi yang memanfaatkan prinsip resonansi neural dapat dikembangkan untuk menciptakan pengalaman musik yang lebih mendalam dan personal.

Seperti yang dikatakan oleh Caroline Palmer, ahli saraf dari McGill University, "Teori ini menunjukkan bahwa musik memiliki kekuatan bukan hanya karena kita mendengarnya, tetapi karena otak dan tubuh kita menjadi bagian darinya." Dengan kata lain, musik bukan hanya sesuatu yang kita nikmati—musik adalah bagian dari kita. ***

Bagikan Artikel Ini
img-content
Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana

7 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua